Iklan

Thursday, June 12, 2025, June 12, 2025 WIB
Last Updated 2025-06-12T15:47:51Z
ath thabaribiografiIslamiulama

Mengenal Imam Ath-Thabari: Bapak Ilmu Tafsir Dari Negeri Persia

 

mengenal-imam-ath-thabari-mutiara-ilmu-dari-negeri-persia

LANGGAMPOS.COM - Bayangkan seorang anak berusia tujuh tahun yang telah menghafal seluruh Al-Qur'an, kemudian di usia delapan tahun sudah memimpin shalat berjamaah, dan pada masa dewasanya, ia berhasil menjadi mufassir besar yang karyanya masih dikaji oleh cendekiawan islam hingga masa kini. Inilah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, mutiara ilmu yang lahir di Amol, Thabaristan pada tahun 224 Hijriah.

Ketika kita hari ini masih sibuk dengan gadget dan permainan, anak berusia sembilan tahun ini sudah mulai mencatat hadits-hadits Rasulullah. Ini bukan cerita dongeng, tetapi bukti nyata bagaimana Allah memberikan karunia kecerdasan luar biasa kepada hamba-Nya yang terpilih.

Perjalanan menuntut ilmu ath-Thabari sungguh menginspirasi. Pada usia 12 tahun, ia meninggalkan kampung halaman menuju Ray, Baghdad, Basrah, Kufah, Damaskus, hingga Mesir. 

Di zaman tanpa kendaraan modern, seorang remaja rela menempuh ribuan kilometer demi mengejar ilmu. Ia bahkan berniat bertemu Imam Ahmad bin Hambal di Baghdad, namun takdir berkata lain, sang imam telah wafat sebelum kedatangannya.

Namun ath-Thabari tidak putus asa. Ia tetap berguru kepada ulama-ulama besar lainnya. Inilah pelajaran berharga: ketika satu pintu tertutup, Allah akan membukakan pintu-pintu lainnya bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari ilmu.

Yang lebih mengagumkan, sepanjang hidupnya ath-Thabari memilih hidup sederhana dan zuhud. Ia menolak jabatan tinggi dan tawaran harta dari para penguasa. Bahkan ia memilih tidak menikah demi fokus mengabdi pada ilmu. Pilihan ini mungkin tidak cocok untuk semua orang, tetapi bagi ath-Thabari, inilah jalan yang ia pilih untuk mencapai ridha Allah.

Hasil dari pengorbanan dan ketekunannya sungguh luar biasa. Selama 40 tahun, ia menulis puluhan karya monumental yang hingga kini masih menjadi rujukan utama umat Islam. Tafsir ath-Thabari yang berjudul "Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Ayi al-Qur'an" menjadi masterpiece-nya yang paling terkenal. Ibnu Taimiyah memujinya sebagai tafsir paling otentik yang pernah ada.

Karya beliau tidak hanya berhenti di sana. Ia juga menulis "Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk" atau Tarikh ath-Thabari, sebuah kitab sejarah komprehensif yang mencatat peristiwa dunia hingga tahun 915 M dengan akurasi yang mengagumkan. 

Dalam bidang fiqih, beliau menulis "Ikhtilaf al-Fuqaha" yang membahas perbedaan pendapat para ulama dengan bijaksana, menunjukkan kedalaman ilmunya dalam menjaga persatuan umat.

Karya lainnya yang tak kalah penting adalah "Tahzhib al-Asar wa Tafsil al-Sabit 'an al-Rasulillah min al-Akhbar" dalam bidang hadits, "Kitab al-Qira'at wal al-Tanzil al-Qur'an" yang membahas berbagai qira'at Al-Qur'an, serta "Adab Al-Manasik" yang menguraikan tata cara ibadah haji. 

Beliau juga menulis "Fada'il Ali bin Abi Talib", "Al-Adar Fi Al-Usul", dan "Latif Al-Qaul Fi Ahkam Syara'i' Al-Islam". Bahkan Abu Hamid al-Isfarayini berkata bahwa perjalanan ke Cina untuk mendapatkan kitab tafsir Ibn Jarir tidaklah sia-sia.

Ath-Thabari wafat di Baghdad pada usia 85 tahun, ia telah meninggalkan warisan intelektual yang tak ternilai. Tafsirnya menggunakan metode bil ma'tsur dengan pendekatan komparasi kritis, memadukan riwayat shahih dengan analisis bahasa yang mendalam.

Dengan demikian, sosok ath-Thabari hendaknya menginspirasi kita untuk mengejar keunggulan intelektual sambil tetap realistis terhadap konteks dan tantangan zaman kita. 

Keteladanan sejatinya bukan terletak pada peniruan literal gaya hidupnya, melainkan pada semangat kritisnya, integritasnya dalam keilmuan, dan komitmennya untuk memberikan kontribusi terbaik bagi umat. Wallahu a'lam.

(*)
Advertisement
close