Iklan

Sunday, December 21, 2025, 7:28 PM WIB
Last Updated 2025-12-21T12:28:41Z
News

Masjid Darul Mukhlisin Aceh Tamiang Terkepung Kayu Usai Banjir Bandang

Masjid Darul Mukhlisin Aceh Tamiang Terkepung Kayu Usai Banjir Bandang


  • Banjir bandang di Aceh Tamiang membuat Masjid Darul Mukhlisin rusak parah dan dikepung kayu gelondongan
  • BNPB mencatat lebih dari seribu korban meninggal dan ratusan ribu warga mengungsi
  • Pemerintah menyoroti deforestasi sebagai faktor yang memperparah bencana

LANGGAMPOS.COM - Banjir bandang Aceh Tamiang menyisakan potret pilu di Masjid Darul Mukhlisin, Desa Tanjung Karang, Kabupaten Aceh Tamiang, setelah bangunan ibadah itu dikepung kayu gelondongan akibat hujan deras dan luapan material dari kawasan hutan di sekitarnya. Peristiwa ini menjadi simbol nyata dampak bencana banjir Sumatera yang diperparah kerusakan lingkungan.

Bencana tersebut terjadi setelah hujan intens mengguyur wilayah hulu, memicu aliran deras yang membawa kayu-kayu besar hingga ke permukiman warga. Masjid Darul Mukhlisin yang berada tak jauh dari aliran sungai menjadi salah satu bangunan yang terdampak paling parah. Struktur masjid kini tertahan tumpukan kayu dalam jumlah besar, membuatnya tak lagi bisa digunakan untuk aktivitas ibadah.

Akibat kondisi itu, warga sekitar dan para santri dari pesantren yang terhubung langsung dengan masjid terpaksa mencari tempat lain untuk melaksanakan salat. Padahal sebelum banjir bandang terjadi, masjid tersebut selalu ramai oleh jemaah, baik dari kalangan penduduk lokal maupun santri.

Seorang warga Desa Tanjung Karang, Angga (37), mengaku heran melihat banyaknya kayu gelondongan yang mengelilingi masjid. "Kami tidak tahu dari mana semua kayu ini berasal," ujarnya, dikutip France24, Jumat, 19 Desember 2025.

Menurut Angga, perubahan kondisi lingkungan di sekitar masjid terjadi sangat drastis. "Sekarang tidak mungkin digunakan. Masjid itu dulunya berdiri di dekat sungai," kata Angga. Ia menambahkan, "Tapi sungainya sudah hilang, berubah jadi tanah mati."

Warga desa menduga bangunan masjid justru berperan menahan laju kayu dan batang pohon yang terbawa arus deras. Hal itu diyakini mampu mengurangi potensi kerusakan lebih besar di wilayah hilir sungai yang lebih padat penduduk.

Secara lebih luas, dampak kemanusiaan akibat banjir bandang di Sumatera tercatat sangat besar. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan hingga Jumat, 12 Desember 2025, korban meninggal dunia telah melampaui angka seribu jiwa. Selain itu, 226 orang masih dinyatakan hilang dan hampir 890 ribu warga terpaksa mengungsi karena rumah mereka rusak atau tidak layak huni.

Kerugian ekonomi akibat bencana ini juga diperkirakan sangat tinggi. Pemerintah memproyeksikan kebutuhan anggaran pembangunan kembali pascabencana mencapai Rp 51,82 triliun. Meski demikian, pemerintah pusat menyatakan belum akan meminta bantuan internasional dan memilih fokus pada penanganan pengungsi serta pencarian korban hilang.

Sejumlah aktivis lingkungan menilai skala kehancuran ini tidak lepas dari praktik pembalakan liar dan deforestasi yang berlangsung lama. Indonesia selama ini dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kehilangan hutan tahunan tertinggi, kondisi yang dinilai memperparah risiko banjir dan longsor.

Menanggapi situasi tersebut, Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan ke Kabupaten Aceh Tamiang pada Jumat untuk meninjau langsung kondisi lapangan. Ia menyampaikan empati dan janji pemulihan kepada para korban. 
"Kami tahu kondisinya sulit, tapi kami akan mengatasinya bersama," ucap dia, sembari mendesak warga "tetap waspada dan berhati-hati."

Presiden juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas penanganan yang belum optimal. "Saya meminta maaf atas segala kekurangan, (tapi) kami bekerja keras," tegasnya. Ia turut menekankan pentingnya menjaga lingkungan sebagai langkah pencegahan bencana di masa depan. "Pohon tidak boleh ditebang sembarangan," katanya.

"Saya meminta pemerintah daerah untuk tetap waspada, memantau, dan menjaga alam kita sebaik mungkin," ujar Prabowo.

Di tengah keterbatasan bantuan dan kondisi lapangan yang sulit, keluhan warga terkait lambatnya distribusi bantuan mulai bermunculan. Namun, di balik rasa frustrasi itu, semangat untuk bangkit tetap terlihat.

Dari Desa Babo yang berada tak jauh dari lokasi masjid terdampak, Khairi Ramadhan (37) menyatakan akan tetap berusaha menjalankan ibadah meski masjid utama rusak berat. "Saya akan mencari yang tidak terkena banjir," katanya. "Mungkin beberapa sudah dibersihkan. Saya tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan lagi."



(*)
Advertisement
close