- Kemenko Pemberdayaan Masyarakat meluncurkan pilot program Miskin Ekstrem Pasti Kerja di Jombang, Jawa Timur.
- Program ini menargetkan penyerapan warga miskin ekstrem ke lapangan kerja produktif di ekosistem SPPG.
- Peserta berpeluang memperoleh penghasilan tetap di atas garis kemiskinan ekstrem nasional.
LANGGAMPOS.COM - Program Miskin Ekstrem Pasti Kerja resmi dimulai di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, sebagai upaya konkret pemerintah mendorong warga miskin dan miskin ekstrem naik kelas melalui akses kerja yang layak.
Peluncuran pilot program ini dilakukan Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) di Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Desa Badang, Senin (29/12), dan menjadi bagian dari strategi penghapusan kemiskinan ekstrem berbasis pemberdayaan.
Program tersebut dirancang untuk menghubungkan masyarakat miskin ekstrem ke dalam ekosistem kerja SPPG, yang selama ini berperan dalam penyediaan layanan Makan Bergizi Gratis. Melalui skema ini, pemerintah tidak hanya memberikan bantuan sosial, tetapi juga membuka kesempatan kerja produktif yang berkelanjutan.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PM, Nunung Nuryartono, menegaskan bahwa bantuan sosial tidak bisa menjadi satu-satunya jalan keluar dari kemiskinan ekstrem. Menurutnya, perubahan pola pikir dan peningkatan kapasitas masyarakat menjadi kunci agar warga mampu mandiri secara ekonomi.
"Masyarakat harus mulai kita berikan berbagai pemahaman dan pengetahuan, tidak boleh dibiarkan kecanduan bantuan sosial. Kehadiran bapak ibu adalah wujud kemampuan dan tekad untuk tidak kecanduan bantuan sosial," ucap Nunung dikutip Senin (29/12/2025).
Dalam tahap awal atau piloting, Kemenko PM menargetkan sedikitnya 10.000 warga miskin ekstrem dapat terserap ke lapangan kerja produktif. Untuk Jombang, sebanyak 300 peserta telah mengikuti pelatihan dan akan mulai bekerja di tujuh SPPG yang tersebar di wilayah tersebut, yakni SPPG Banjaragung, SPPG Diwek Diwek, SPPG Diwek Puton, SPPG Ngoro Badang, SPPG Ngoro Badang 2, SPPG Jombang Tambakrejo 5, serta SPPG Jombang Kepanjen.
Para peserta dijadwalkan mulai bekerja pada 5 Januari 2026. Mereka akan menempati berbagai posisi operasional di dapur SPPG, seperti petugas pemorsian Makan Bergizi Gratis, pembersihan ompreng, hingga pekerjaan pendukung lainnya. Skema kerja ini diharapkan mampu memberikan pengalaman kerja sekaligus pendapatan tetap bagi peserta.
Kabupaten Jombang dipilih sebagai lokasi piloting karena dinilai memiliki kesiapan ekosistem pemberdayaan masyarakat yang kuat. Kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas, dan pemangku kepentingan lain di wilayah tersebut dianggap telah berjalan efektif sehingga mendukung keberhasilan program.
Sebagai pekerja SPPG, peserta program diproyeksikan memperoleh penghasilan sekitar Rp2 juta per bulan. Jumlah ini jauh melampaui garis kemiskinan ekstrem nasional yang berada di kisaran Rp580 ribu per kapita per bulan. Pendapatan tetap tersebut diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi keluarga sekaligus meningkatkan produktivitas masyarakat.
Data Kemenko PM mencatat tingkat kemiskinan ekstrem di Kabupaten Jombang saat ini berada di angka sekitar 0,4 persen atau setara dengan 5.100 orang. Pemerintah optimistis angka tersebut dapat terus ditekan seiring dengan perluasan jaringan SPPG yang membentuk ekosistem ekonomi lokal, mulai dari petani, pedagang, pelaku UMKM, hingga tenaga kerja dapur.
"Kita ingin membuktikan bahwa harapan untuk sejahtera itu masih ada. Kita juga ingin membuktikan bahwa kemiskinan ekstrim itu dapat dihentikan," kata Nunung.
Secara nasional, program SPPG diproyeksikan mampu menyerap hingga 1,5 juta tenaga kerja pada periode 2025–2026. Dengan lebih dari 25.000 SPPG yang direncanakan tersebar di seluruh Indonesia, pemerintah menilai program ini dapat menjadi instrumen strategis dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem.
"Untuk itu Kemenko PM merencanakan akan mereplikasi program ini di berbagai daerah, dengan memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, kementerian/lembaga, serta mitra swasta dan masyarakat," pungkas dia.
Program tersebut dirancang untuk menghubungkan masyarakat miskin ekstrem ke dalam ekosistem kerja SPPG, yang selama ini berperan dalam penyediaan layanan Makan Bergizi Gratis. Melalui skema ini, pemerintah tidak hanya memberikan bantuan sosial, tetapi juga membuka kesempatan kerja produktif yang berkelanjutan.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PM, Nunung Nuryartono, menegaskan bahwa bantuan sosial tidak bisa menjadi satu-satunya jalan keluar dari kemiskinan ekstrem. Menurutnya, perubahan pola pikir dan peningkatan kapasitas masyarakat menjadi kunci agar warga mampu mandiri secara ekonomi.
"Masyarakat harus mulai kita berikan berbagai pemahaman dan pengetahuan, tidak boleh dibiarkan kecanduan bantuan sosial. Kehadiran bapak ibu adalah wujud kemampuan dan tekad untuk tidak kecanduan bantuan sosial," ucap Nunung dikutip Senin (29/12/2025).
Dalam tahap awal atau piloting, Kemenko PM menargetkan sedikitnya 10.000 warga miskin ekstrem dapat terserap ke lapangan kerja produktif. Untuk Jombang, sebanyak 300 peserta telah mengikuti pelatihan dan akan mulai bekerja di tujuh SPPG yang tersebar di wilayah tersebut, yakni SPPG Banjaragung, SPPG Diwek Diwek, SPPG Diwek Puton, SPPG Ngoro Badang, SPPG Ngoro Badang 2, SPPG Jombang Tambakrejo 5, serta SPPG Jombang Kepanjen.
Para peserta dijadwalkan mulai bekerja pada 5 Januari 2026. Mereka akan menempati berbagai posisi operasional di dapur SPPG, seperti petugas pemorsian Makan Bergizi Gratis, pembersihan ompreng, hingga pekerjaan pendukung lainnya. Skema kerja ini diharapkan mampu memberikan pengalaman kerja sekaligus pendapatan tetap bagi peserta.
Kabupaten Jombang dipilih sebagai lokasi piloting karena dinilai memiliki kesiapan ekosistem pemberdayaan masyarakat yang kuat. Kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas, dan pemangku kepentingan lain di wilayah tersebut dianggap telah berjalan efektif sehingga mendukung keberhasilan program.
Sebagai pekerja SPPG, peserta program diproyeksikan memperoleh penghasilan sekitar Rp2 juta per bulan. Jumlah ini jauh melampaui garis kemiskinan ekstrem nasional yang berada di kisaran Rp580 ribu per kapita per bulan. Pendapatan tetap tersebut diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi keluarga sekaligus meningkatkan produktivitas masyarakat.
Data Kemenko PM mencatat tingkat kemiskinan ekstrem di Kabupaten Jombang saat ini berada di angka sekitar 0,4 persen atau setara dengan 5.100 orang. Pemerintah optimistis angka tersebut dapat terus ditekan seiring dengan perluasan jaringan SPPG yang membentuk ekosistem ekonomi lokal, mulai dari petani, pedagang, pelaku UMKM, hingga tenaga kerja dapur.
"Kita ingin membuktikan bahwa harapan untuk sejahtera itu masih ada. Kita juga ingin membuktikan bahwa kemiskinan ekstrim itu dapat dihentikan," kata Nunung.
Secara nasional, program SPPG diproyeksikan mampu menyerap hingga 1,5 juta tenaga kerja pada periode 2025–2026. Dengan lebih dari 25.000 SPPG yang direncanakan tersebar di seluruh Indonesia, pemerintah menilai program ini dapat menjadi instrumen strategis dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem.
"Untuk itu Kemenko PM merencanakan akan mereplikasi program ini di berbagai daerah, dengan memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, kementerian/lembaga, serta mitra swasta dan masyarakat," pungkas dia.
(*)

