LANGGAMPOS.COM - Matematika, pelajaran yang sering bikin dahi berkerut, ternyata diajarkan dengan cara yang beda-beda di berbagai belahan dunia.
Jika kita perhatikan dengan seksama, ada pola menarik kalau kita bandingkan metode di negara-negara Asia Timur dengan negara-negara Eropa atau Barat lainnya.
Persoalan ini bukan cuma menyangkut tentang menghafal rumus, melainkan juga cara berpikir dan budaya belajar di masing masing benua.
Di Asia, sebut saja Tiongkok atau Singapura, pendekatannya sering disebut "mastery approach" atau metode tuntas. Metode ini mengajak semua siswa untuk benar-benar "menguasai" satu konsep sampai ke akar-akarnya, setelah baru lanjut ke materi berikutnya.
Serta ciri khas lainnya dari gaya belajar matematika ala kurikulum Asia:
- Belajarnya berurutan, satu langkah demi satu langkah.
- Seluruh kelas belajar topik yang sama pada saat yang sama.
- Materinya mungkin tidak seluas gaya Barat, tapi pendalamannya luar biasa.
- Kelas akan maju bersama setelah sebagian besar siswa dianggap tuntas.
- Filosofi di baliknya yaitu: semua anak punya potensi jago MTK kalau proses belajarnya tepat dan ada kemauan keras.
berbeda dengan gaya Barat yang pendekatannya lebih fokus pada pemahaman mendalam, kreativitas, dan mencari cara-cara berbeda dalam menyelesaikan soal. Istilahnya bisa dibilang "mindset approach", sebab metode ini berfokus kepada:
- Membangun pemahaman konsep dari gambaran besarnya.
- Mengajak siswa mengerti "kenapa" sebuah rumus bekerja.
- Guru berperan lebih sebagai "pemandu" belajar.
- Siswa diajak diskusi dan kolaborasi, mencari solusi bersama
Selain itu, suasana lingkungan mereka juga berbeda. Di Asia, guru sering mengajar di depan kelas untuk semua siswa, gurunya spesialis, dan persiapan mengajarnya super detail.
Pertanyaan pancingan seperti "kenapa?", "bagaimana?", atau "bagaimana kalau...?" pun biasanya sering muncul.
Contoh soalnya pun bervariasi. Kalau di Barat, kadang ada pembagian kelompok sesuai kemampuan, guru lebih mendorong siswa aktif berinteraksi, dan sumber belajarnya bisa dari mana-mana.
Kurikulumnya pun mencerminkan perbedaan ini. Asia cenderung lebih standar nasional, memperkenalkan konsep lebih awal (misalnya perkalian di usia 7 tahun), dan urutan belajarnya sangat terstruktur.
Sementara itu, metode belajar ala orang Barat, urutannya bisa lebih fleksibel antar daerah, dan seringkali MTK dihubungkan dengan pelajaran lain.
Selain itu faktor kebudayaan juga mempengaruhi masing-masing gaya belajar. Di Asia, dukungan orang tua ke pendidikan MTK tinggi, ada keyakinan kuat bahwa usaha keras itu kunci, dan semangat kebersamaan dalam belajar itu penting.
Sementara di Barat, seringkali siswa yang menonjol bisa melaju lebih cepat, ada penekanan pada aplikasi praktis, dan teknologi jadi alat bantu utama.
Sebetulnya, sangat sulit untuk bilang bahwa salah satunya mutlak lebih baik berbanding yang lain. Gaya belajar orang Asia terbukti sukses menciptakan siswa yang fasih berhitung dan konsisten di tes standar, ini dibuktikan dengan setiap adanya lomba Matematika di penjuru dunia, selalu ada partisipan orang Asia didalamnya.
Sementara itu, Gaya Barat disebut ahli dalam menumbuhkan pemikir kreatif dan pemahaman konseptual yang kuat, dari metode inilah tercipta insinyur-insinyur hebat yang sangat ahli dibidang matematika terapan dan mampu menciptakan sesuatu darinya.
Menariknya, sekarang ini ada "perkawinan" antar metode ini. Negara Barat mulai mengadopsi cara mengajar ala Asia, dan negara Asia pun mulai memasukkan unsur kreativitas dan problem-solving gaya Barat.
Intinya, masa depan belajar Matematika mungkin bukan soal memilih salah satu, tapi cerdas menggabungkan kelebihan dari kedua pendekatan ini. Hal ini dilakukan supaya belajar matematika jadi lebih efektif dan menyenangkan buat kalangan.
(*)