- Puluhan pemuda di Kecamatan Sapeken, Sumenep, mengikuti pelatihan pengolahan buah mangrove menjadi kopi melalui program pemberdayaan SKK Migas – KEI.
- Potensi bahan baku mangrove di wilayah tersebut mencapai 50 kilogram per hari, namun selama ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai produk ekonomi.
- Program ini bertujuan menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat kepulauan melalui inovasi produk lokal yang berkelanjutan.
LANGGAMPOS.COM - SUMENEP – Potensi besar hutan mangrove di wilayah kepulauan Madura kini tidak lagi sekadar menjadi benteng alami penahan abrasi pantai.
Melalui terobosan terbaru dalam Program Pengembangan Masyarakat (PPM) SKK Migas – Kangean Energy Indonesia (KEI) Tahun 2025, komoditas pesisir ini disulap menjadi produk minuman bernilai jual tinggi berupa kopi mangrove yang melibatkan kreativitas puluhan pemuda di Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Agenda pelatihan yang berlangsung pada Selasa (9/12/2025) ini menyasar tiga kelompok motor penggerak desa, yakni Karang Taruna Persada (Desa Sadulang), Laskar Obor (Desa Pagerungan Besar), dan Bina Muda Berkarya (Desa Pagerungan Kecil).
Agenda pelatihan yang berlangsung pada Selasa (9/12/2025) ini menyasar tiga kelompok motor penggerak desa, yakni Karang Taruna Persada (Desa Sadulang), Laskar Obor (Desa Pagerungan Besar), dan Bina Muda Berkarya (Desa Pagerungan Kecil).
Para peserta terjun langsung mempelajari rantai produksi, mulai dari teknik pemanenan propagul di hutan bakau hingga proses penyeduhan yang menghasilkan cita rasa unik.
Ketua Karang Taruna Laskar Obor Pagerungan Besar, Imran, mengaku terkejut dengan potensi tersembunyi dari tanaman yang sehari-hari mereka lihat tersebut.
Ketua Karang Taruna Laskar Obor Pagerungan Besar, Imran, mengaku terkejut dengan potensi tersembunyi dari tanaman yang sehari-hari mereka lihat tersebut.
Selama ini, buah mangrove seringkali dibiarkan jatuh begitu saja tanpa sentuhan nilai tambah.
“Ternyata selain bermanfaat untuk abrasi, buah mangrove juga bisa dikonsumsi,” ujar Imran.
“Ternyata selain bermanfaat untuk abrasi, buah mangrove juga bisa dikonsumsi,” ujar Imran.
Ia menambahkan bahwa saat musim panen tiba antara bulan Agustus hingga Desember, satu orang pemuda bisa mengumpulkan hingga 50 kilogram propagul dalam sehari.
Target ke depan tidak hanya berhenti pada ilmu pengolahan. Imran memproyeksikan produk ini bisa merambah pasar yang lebih luas di luar wilayah kepulauan.
Target ke depan tidak hanya berhenti pada ilmu pengolahan. Imran memproyeksikan produk ini bisa merambah pasar yang lebih luas di luar wilayah kepulauan.
“Minimal desa dulu, syukur-syukur bisa tembus pasar lebih luas,” katanya.
Antusiasme serupa ditunjukkan oleh Kepala Desa Pagerungan Besar, Abdur Rahim Yuliandi. Ia berkomitmen memberikan dukungan regulasi dan anggaran bagi kelompok pemuda yang serius menekuni bisnis ini.
“Bahan bakunya melimpah, sayang kalau tidak dimanfaatkan dengan serius,” ujarnya. Namun, ia mengingatkan agar perencanaan usaha diajukan minimal satu tahun sebelumnya agar dapat diakomodasi oleh pemerintah desa.
Secara teknis, mengolah mangrove menjadi serbuk kopi memerlukan ketelatenan tinggi. Ferry A. I., sang pemateri, menjelaskan bahwa kunci kualitas rasa terletak pada proses penghilangan kadar tannin melalui perendaman selama tiga hari.
“Jangan pakai oven, karena proteinnya bisa rusak. Penjemuran alami jauh lebih baik,” jelasnya saat memaparkan pentingnya sinar matahari langsung untuk menjaga kandungan nutrisi dalam buah mangrove.
Di sisi lain, Manager Public Government Affair KEI, Kampoi Naibaho, menegaskan bahwa inisiatif ini merupakan wujud nyata komitmen industri hulu migas dalam membangun kapasitas warga lokal. Sejak tahun 2016, pihaknya konsisten mendorong program-program yang berorientasi pada kemandirian masyarakat.
“Ini bukan sekadar pelatihan, tapi inovasi pemanfaatan mangrove agar lebih bernilai ekonomi dan berkelanjutan,” tandasnya pada Rabu (10/12/2025).
Melalui sinergi antara SKK Migas dan para kontraktor, pemberdayaan masyarakat kini diposisikan sebagai pilar utama operasi.
Antusiasme serupa ditunjukkan oleh Kepala Desa Pagerungan Besar, Abdur Rahim Yuliandi. Ia berkomitmen memberikan dukungan regulasi dan anggaran bagi kelompok pemuda yang serius menekuni bisnis ini.
“Bahan bakunya melimpah, sayang kalau tidak dimanfaatkan dengan serius,” ujarnya. Namun, ia mengingatkan agar perencanaan usaha diajukan minimal satu tahun sebelumnya agar dapat diakomodasi oleh pemerintah desa.
Secara teknis, mengolah mangrove menjadi serbuk kopi memerlukan ketelatenan tinggi. Ferry A. I., sang pemateri, menjelaskan bahwa kunci kualitas rasa terletak pada proses penghilangan kadar tannin melalui perendaman selama tiga hari.
“Jangan pakai oven, karena proteinnya bisa rusak. Penjemuran alami jauh lebih baik,” jelasnya saat memaparkan pentingnya sinar matahari langsung untuk menjaga kandungan nutrisi dalam buah mangrove.
Di sisi lain, Manager Public Government Affair KEI, Kampoi Naibaho, menegaskan bahwa inisiatif ini merupakan wujud nyata komitmen industri hulu migas dalam membangun kapasitas warga lokal. Sejak tahun 2016, pihaknya konsisten mendorong program-program yang berorientasi pada kemandirian masyarakat.
“Ini bukan sekadar pelatihan, tapi inovasi pemanfaatan mangrove agar lebih bernilai ekonomi dan berkelanjutan,” tandasnya pada Rabu (10/12/2025).
Melalui sinergi antara SKK Migas dan para kontraktor, pemberdayaan masyarakat kini diposisikan sebagai pilar utama operasi.
Langkah ini diambil guna memastikan bahwa setelah aktivitas migas selesai, masyarakat kepulauan di ujung timur Madura telah memiliki fondasi ekonomi yang kuat melalui produk unggulan lokal.
Harapan kini tumbuh di antara rimbunnya hutan bakau Sapeken. Kopi mangrove bukan sekadar tren minuman baru, melainkan simbol lahirnya generasi mandiri yang mampu membaca peluang di tengah tantangan geografis kepulauan.
Harapan kini tumbuh di antara rimbunnya hutan bakau Sapeken. Kopi mangrove bukan sekadar tren minuman baru, melainkan simbol lahirnya generasi mandiri yang mampu membaca peluang di tengah tantangan geografis kepulauan.
(*)

