- Peneliti MIT berhasil mensintesis verticillin A, molekul jamur antikanker yang sulit dibuat selama lebih dari setengah abad
- Turunan verticillin A menunjukkan efek kuat pada kanker otak anak yang sangat agresif, diffuse midline glioma
- Temuan ini membuka peluang pengembangan terapi kanker presisi, meski masih memerlukan uji lanjutan
LANGGAMPOS.COM - Upaya ilmuwan menemukan obat kanker mencatat babak baru. Peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT) akhirnya berhasil mensintesis verticillin A, molekul jamur kompleks yang selama puluhan tahun diyakini memiliki potensi antikanker, tetapi nyaris mustahil diproduksi secara buatan. Keberhasilan ini membuka harapan baru dalam riset kanker, terutama untuk jenis tumor otak anak yang paling mematikan.
Verticillin A pertama kali ditemukan pada 1970 dari jamur tertentu yang menghasilkan senyawa tersebut sebagai mekanisme pertahanan alami. Sejak saat itu, para ilmuwan tertarik pada aktivitas antikanker dan antimikroba molekul ini. Namun, struktur kimia verticillin A yang sangat rumit membuat upaya sintesis selalu menemui jalan buntu hingga kini.
Terobosan ini dicapai oleh tim peneliti MIT yang dipimpin profesor kimia Mohammad Movassaghi. Mereka berhasil mengakses molekul tersebut sekaligus menciptakan berbagai variannya untuk penelitian lanjutan.
"Sekarang kami tidak hanya bisa mengakses molekul ini untuk pertama kalinya setelah lebih dari 50 tahun, tetapi juga membuat berbagai variannya untuk studi lanjutan," ujar Mohammad Movassaghi, profesor kimia MIT dan penulis senior studi ini, dikutip dari ScienceDaily, Selasa (23/12/2025).
Kesulitan utama verticillin A terletak pada arsitektur molekulnya yang ekstrem. Senyawa ini memiliki 10 cincin kimia dan delapan pusat stereogenik, yakni bagian molekul yang harus tersusun dalam orientasi ruang sangat presisi. Kesalahan kecil saja dapat menggagalkan seluruh proses sintesis.
Ironisnya, verticillin A hanya berbeda dua atom oksigen dari senyawa serupa yang pernah berhasil disintesis MIT pada 2009. Perbedaan kecil tersebut justru menjadi penghambat utama karena membuat molekul jauh lebih rapuh saat melalui reaksi kimia.
"Kedua atom oksigen tersebut membuat molekul menjadi jauh lebih rapuh dan sensitif selama reaksi kimia," kata Movassaghi.
Kegagalan metode lama mendorong tim MIT merombak total strategi sintesis. Mereka menyusun ulang urutan pembentukan ikatan kimia secara mendasar, dimulai dari turunan asam amino beta-hidroksitriptofan. Molekul kemudian dibangun secara bertahap sambil menjaga kontrol stereokimia yang ketat di setiap tahap.
Secara keseluruhan, proses ini membutuhkan 16 tahap sintesis hingga akhirnya verticillin A berhasil diproduksi di laboratorium. Capaian ini dinilai sebagai salah satu terobosan penting dalam bidang kimia sintesis modern karena memungkinkan akses ke molekul yang sebelumnya hanya bisa diperoleh dari alam dalam jumlah sangat terbatas.
Keberhasilan tersebut segera dimanfaatkan untuk pengujian medis. Tim peneliti dari Dana-Farber Cancer Institute menguji sejumlah turunan verticillin A pada sel kanker manusia. Hasil paling menonjol terlihat pada kanker otak anak jenis diffuse midline glioma (DMG), khususnya pada sel yang memiliki kadar tinggi protein EZHIP, regulator penting dalam proses metilasi DNA.
Turunan verticillin A tertentu terbukti mampu meningkatkan metilasi DNA secara signifikan, memicu kematian sel kanker terprogram. Efek ini dinilai krusial karena DMG dikenal sangat agresif dan memiliki pilihan terapi yang sangat terbatas.
"Produk alami itu sendiri bukan yang paling kuat, tetapi kemampuan untuk mensintesisnya memungkinkan kami menciptakan turunan yang lebih stabil dan lebih efektif," ujar Movassaghi.
Jun Qi, profesor madya di Dana-Farber dan Harvard Medical School, menilai identifikasi target molekuler dari senyawa ini sebagai langkah penting menuju terapi kanker generasi baru. Menurutnya, pemahaman mekanisme kerja verticillin A dapat membantu pengembangan pengobatan yang lebih presisi.
Meski demikian, para peneliti menegaskan bahwa verticillin A belum siap digunakan pada pasien. Uji lanjutan masih diperlukan, termasuk pengujian pada model hewan, untuk memastikan aspek keamanan dan efektivitas sebelum melangkah ke tahap klinis.
"Senyawa alami telah menjadi sumber penting dalam penemuan obat. Kami akan mengevaluasi sepenuhnya potensi terapeutik molekul-molekul ini dengan mengintegrasikan keahlian kami di bidang kimia, biologi kimia, biologi kanker, dan perawatan pasien," ujar Qi.
Ia menambahkan bahwa timnya telah memprofilkan senyawa unggulan tersebut pada lebih dari 800 lini sel kanker manusia. Langkah ini bertujuan memahami fungsi dan potensi verticillin A secara lebih luas pada berbagai jenis kanker, sehingga peluang pengembangannya semakin terbuka ke depan.
Penelitian ini didukung pendanaan dari National Institute of General Medical Sciences, Ependymoma Research Foundation, serta Curing Kids Cancer Foundation. Dukungan tersebut memperkuat kolaborasi lintas disiplin yang menjadi kunci lahirnya terobosan besar setelah lebih dari 50 tahun penantian.
(*)

