- Pemerintah menyiapkan Perpres baru untuk mengubah total skema penyaluran LPG 3 kg mulai 2026 agar subsidi lebih tepat sasaran
- Distribusi LPG 3 kg akan diatur tertutup hingga sub-pangkalan serta dilengkapi margin resmi di setiap mata rantai
- Penerapan kebijakan dilakukan bertahap lewat masa transisi enam bulan dan uji coba di wilayah tertentu
LANGGAMPOS.COM - Pemerintah bersiap mengubah skema penyaluran LPG 3 kg pada 2026 melalui regulasi baru berbentuk Peraturan Presiden.
Kebijakan ini dirancang untuk memastikan subsidi energi tepat sasaran, memperbaiki rantai distribusi LPG 3 kg dari hulu ke hilir, serta membatasi akses bagi kelompok masyarakat mampu berdasarkan data desil ekonomi nasional.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Laode Sulaeman, menjelaskan pemerintah tengah memfinalisasi Perpres baru yang mengatur penyaluran LPG 3 kg secara menyeluruh.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Laode Sulaeman, menjelaskan pemerintah tengah memfinalisasi Perpres baru yang mengatur penyaluran LPG 3 kg secara menyeluruh.
Aturan ini muncul sebagai evaluasi atas kebijakan sebelumnya yang dinilai belum memiliki payung hukum utuh.
"Jadi LPG ini sejak ada kebijakan di bulan Februari yang kemarin akhirnya kita tarik kembali, sebenarnya ada skema yang belum ada di dalam regulasi yang utuh. Makanya sekarang Kementerian ESDM sedang memproses Peraturan Presiden yang baru untuk regulasi yang utuh," kata Laode di Jakarta, dikutip Rabu (24/12/2025).
Ia menyebutkan, salah satu kelemahan regulasi lama terletak pada rantai distribusi yang hanya diatur sampai tingkat pangkalan. Setelah itu, penyaluran ke pengecer belum memiliki aturan resmi yang mengikat.
"Tapi sekarang siklusnya tertutup sampai pangkalan, sub-pangkalan. Nah, ini regulasinya harus ada dulu nih. Karena dia sampai ke ujung ini harus diatur dan ada marginnya semua di level-level ini. Itu satu," katanya.
Saat ini, penyaluran LPG 3 kg masih mengacu pada Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Melalui Perpres baru, pemerintah ingin memastikan integrasi distribusi lebih tertata sehingga potensi kebocoran subsidi dapat ditekan.
Selain distribusi, sasaran penerima LPG 3 kg juga akan diperjelas. Laode mengakui bahwa aturan lama belum secara tegas melarang masyarakat mampu membeli LPG bersubsidi. Ke depan, pembatasan akan ditentukan berdasarkan pengelompokan desil ekonomi.
"Nah, di Perpres baru ini kita nanti akan melihat, misalnya desil 1 sampai 10, oh apakah ini nanti yang di atas misalnya 8, 9, 10 tidak termasuk. Tapi ini masih contohnya ya, seperti itu. Jadi akan kita lakukan pembatasan spesifik berdasarkan data," tambah Laode.
Terkait implementasi, pemerintah tidak akan menerapkan aturan ini secara mendadak di seluruh wilayah. Setelah Perpres terbit, akan ada masa transisi sekitar enam bulan yang diisi uji coba di wilayah terbatas, salah satunya Jakarta.
"Jadi setelah Perpres itu terbit, ada masa peralihan dulu sekitar 6 bulan dan di sana ada kebijakan untuk melakukan semacam pilot dulu. Pilot-nya misalnya areanya di Jakarta Pusat dulu, jadi tidak langsung serentak, karena kita mau lihat dulu dampaknya di area-area ini," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga menegaskan pemerintah sedang mendesain ulang skema subsidi energi agar tidak lagi dinikmati kelompok kaya. Pembahasan ini melibatkan BPI Danantara, PLN, dan Pertamina dalam rangka penyesuaian subsidi dan kompensasi APBN 2025.
"Kita redesign subsidi-nya supaya lebih tepat sasaran. Karena sekarang setelah kita lihat ternyata yang kaya masih dapat, itu aja. Saya dikasih waktu 6 bulan ke depan untuk mendesain itu. Mengkoordinasikan desain tadi," kata Purbaya di DPR, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Menurut Purbaya, masyarakat yang masuk kategori desil 8, 9, dan 10 akan mengalami pengurangan subsidi secara signifikan. Dana yang dihemat nantinya dialihkan untuk kelompok ekonomi bawah.
"Yang kaya sekali mungkin desil 8, 9, 10 subsidi akan dikurangi secara signifikan. Kalau perlu uangnya kita balikin ke yang desil 1, 2, 3, 4 yang lebih miskin gitu. Itu kira-kira utamanya itu dan itu perlu desain macam-macam karena terlibatkan BUMN-BUMN Danantara," kata Purbaya.
Ia memastikan perombakan skema subsidi energi akan dilakukan bertahap selama dua tahun ke depan agar tetap menjaga stabilitas dan ketepatan sasaran.
"Nanti ke depan akan kita lihat gimana perbaikannya. Kita simpulkan sih tadi dalam 2 tahun ke depan kita akan redesign strategi subsidi, sehingga betul-betul tetap sasaran," papar Purbaya.
"Jadi LPG ini sejak ada kebijakan di bulan Februari yang kemarin akhirnya kita tarik kembali, sebenarnya ada skema yang belum ada di dalam regulasi yang utuh. Makanya sekarang Kementerian ESDM sedang memproses Peraturan Presiden yang baru untuk regulasi yang utuh," kata Laode di Jakarta, dikutip Rabu (24/12/2025).
Ia menyebutkan, salah satu kelemahan regulasi lama terletak pada rantai distribusi yang hanya diatur sampai tingkat pangkalan. Setelah itu, penyaluran ke pengecer belum memiliki aturan resmi yang mengikat.
"Tapi sekarang siklusnya tertutup sampai pangkalan, sub-pangkalan. Nah, ini regulasinya harus ada dulu nih. Karena dia sampai ke ujung ini harus diatur dan ada marginnya semua di level-level ini. Itu satu," katanya.
Saat ini, penyaluran LPG 3 kg masih mengacu pada Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Melalui Perpres baru, pemerintah ingin memastikan integrasi distribusi lebih tertata sehingga potensi kebocoran subsidi dapat ditekan.
Selain distribusi, sasaran penerima LPG 3 kg juga akan diperjelas. Laode mengakui bahwa aturan lama belum secara tegas melarang masyarakat mampu membeli LPG bersubsidi. Ke depan, pembatasan akan ditentukan berdasarkan pengelompokan desil ekonomi.
"Nah, di Perpres baru ini kita nanti akan melihat, misalnya desil 1 sampai 10, oh apakah ini nanti yang di atas misalnya 8, 9, 10 tidak termasuk. Tapi ini masih contohnya ya, seperti itu. Jadi akan kita lakukan pembatasan spesifik berdasarkan data," tambah Laode.
Terkait implementasi, pemerintah tidak akan menerapkan aturan ini secara mendadak di seluruh wilayah. Setelah Perpres terbit, akan ada masa transisi sekitar enam bulan yang diisi uji coba di wilayah terbatas, salah satunya Jakarta.
"Jadi setelah Perpres itu terbit, ada masa peralihan dulu sekitar 6 bulan dan di sana ada kebijakan untuk melakukan semacam pilot dulu. Pilot-nya misalnya areanya di Jakarta Pusat dulu, jadi tidak langsung serentak, karena kita mau lihat dulu dampaknya di area-area ini," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga menegaskan pemerintah sedang mendesain ulang skema subsidi energi agar tidak lagi dinikmati kelompok kaya. Pembahasan ini melibatkan BPI Danantara, PLN, dan Pertamina dalam rangka penyesuaian subsidi dan kompensasi APBN 2025.
"Kita redesign subsidi-nya supaya lebih tepat sasaran. Karena sekarang setelah kita lihat ternyata yang kaya masih dapat, itu aja. Saya dikasih waktu 6 bulan ke depan untuk mendesain itu. Mengkoordinasikan desain tadi," kata Purbaya di DPR, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Menurut Purbaya, masyarakat yang masuk kategori desil 8, 9, dan 10 akan mengalami pengurangan subsidi secara signifikan. Dana yang dihemat nantinya dialihkan untuk kelompok ekonomi bawah.
"Yang kaya sekali mungkin desil 8, 9, 10 subsidi akan dikurangi secara signifikan. Kalau perlu uangnya kita balikin ke yang desil 1, 2, 3, 4 yang lebih miskin gitu. Itu kira-kira utamanya itu dan itu perlu desain macam-macam karena terlibatkan BUMN-BUMN Danantara," kata Purbaya.
Ia memastikan perombakan skema subsidi energi akan dilakukan bertahap selama dua tahun ke depan agar tetap menjaga stabilitas dan ketepatan sasaran.
"Nanti ke depan akan kita lihat gimana perbaikannya. Kita simpulkan sih tadi dalam 2 tahun ke depan kita akan redesign strategi subsidi, sehingga betul-betul tetap sasaran," papar Purbaya.
(*)

