LANGGAMPOS.COM - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo resmi menyatakan mundur sebagai anggota DPR. Keputusan ini diambil setelah pernyataannya dalam sebuah podcast dinilai menyakiti hati rakyat dan memicu reaksi keras di ruang publik.
Melalui akun Instagram pribadinya, Rahayu menyampaikan permohonan maaf sekaligus pengunduran dirinya dari Fraksi Partai Gerindra. "Dengan ini, saya menyatakan pengunduran diri saya sebagai Anggota DPR RI kepada Fraksi Partai Gerindra," kata Rahayu dalam sebuah unggahan video di Instagram, Rabu.
Rahayu mengakui pernyataannya di Podcast On The Record yang ditayangkan ANTARA TV menjadi kontroversial. Dalam siniar berdurasi 42 menit itu, ia membahas isu perempuan hingga ekonomi kreatif. Namun, potongan video berdurasi dua menit lebih beredar di media sosial dan dianggap merendahkan perjuangan rakyat kecil.
Menurutnya, potongan tersebut telah dimanfaatkan pihak tertentu untuk memperuncing amarah masyarakat. "Saya tidak bermaksud dan tidak bertujuan meremehkan atau merendahkan usaha masyarakat, terutama anak-anak muda yang ingin berusaha meski penuh kesulitan," ujarnya.
Rahayu menegaskan bahwa maksud dari ucapannya adalah mendorong semangat kewirausahaan di era transformasi digital yang membuka peluang luas di bidang ekonomi kreatif. Namun, ia menyadari pilihan katanya keliru dan menyinggung perasaan banyak orang. "Saya paham bahwa kata-kata saya telah menyakiti banyak pihak, terutama mereka yang masih berjuang untuk menghidupi keluarga, bahkan sekadar bertahan hidup. Kesalahan sepenuhnya ada di saya," ucapnya.
Langkah mundurnya Rahayu dari DPR memicu berbagai tanggapan publik. Banyak yang menilai keputusan itu patut diapresiasi, meski juga menjadi tamparan keras bagi wakil rakyat lain agar berhati-hati dalam berucap.
Masyarakat menekankan bahwa setiap anggota dewan harus sadar betul bahwa kalimat yang mereka lontarkan akan mendapat sorotan luas. Di era digital, potongan ucapan bisa dengan cepat viral dan memengaruhi kepercayaan publik terhadap lembaga DPR.
Kemarahan warga menunjukkan bahwa suara rakyat tidak boleh diremehkan. Kesadaran inilah yang kini diharapkan tumbuh di kalangan politikus. Publik berpendapat, semua wakil rakyat harus belajar dari peristiwa ini, memperbanyak membaca agar perbendaharaan kosakata semakin luas, sehingga tidak tergelincir dalam kalimat yang melukai perasaan masyarakat.
Tak hanya itu, siapa saja yang menyakiti hati rakyat harus berani mengundurkan diri dari jabatannya. Rakyat menilai langkah mundur adalah wujud tanggung jawab moral, bukan sekadar formalitas.
Kasus ini sekaligus memperlihatkan rapuhnya relasi antara DPR dan masyarakat yang mereka wakili. Sebuah ungkapan yang keliru bisa langsung dianggap mencerminkan sikap merendahkan perjuangan rakyat, terutama kalangan muda yang tengah berjuang di tengah tantangan ekonomi.
Rahayu, yang dikenal aktif mengangkat isu perempuan dan generasi muda, kini harus menanggung konsekuensi politik dari ucapannya. Meski begitu, pengunduran dirinya dinilai sebagai langkah berani yang jarang dilakukan oleh politisi lain ketika terjerat kontroversi.
Dengan mundurnya Rahayu, publik berharap DPR tidak lagi sekadar menjadi ruang elitis yang jauh dari denyut nadi rakyat. Peristiwa ini menjadi peringatan bahwa kekuasaan bukan sekadar kursi dan jabatan, melainkan amanah yang setiap katanya harus dijaga.
(*)