Bitcoin Jelang Thanksgiving, Mengapa Harga BTC 2025 Merah Tajam Saat Siklus Pasar Seharusnya Bullish?
- Harga Bitcoin (BTC) anjlok -19,78% menjelang Thanksgiving 2025, bertentangan dengan tren bullish historis November.
- Tekanan makro berupa kekhawatiran resesi, rotasi aset, dan ketatnya likuiditas akhir tahun memicu aksi jual besar.
- Data historis sejak 2016 mengungkap pola kuat antara kebijakan bank sentral, sentimen risiko, dan performa BTC di pekan-pekan Thanksgiving.
Bitcoin Jelang Thanksgiving, Mengapa Harga BTC 2025 Merah Tajam Saat Siklus Pasar Seharusnya Bullish?
LANGGAMPOS.COM - Volatilitas harga Bitcoin kembali menjadi sorotan jelang Thanksgiving 2025. Di tengah ekspektasi pasar bahwa November biasanya membawa reli musiman bagi BTC, data justru menunjukkan penurunan -19,78%. Situasi ini menyalakan alarm baru bagi investor crypto yang selama ini mengandalkan pola historis Thanksgiving Rally. Analisis harga Bitcoin, kondisi makroekonomi global, dan dinamika siklus crypto menunjukkan ada perubahan besar pada perilaku pasar menjelang akhir 2025.
Pergerakan harga Bitcoin (BTC) menjelang perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat kembali memantik perhatian pasar crypto global. Thanksgiving, yang dirayakan setiap Kamis keempat pada November—tahun ini jatuh pada 27 November—kerap menjadi periode penuh volatilitas bagi BTC.
Dalam rentang 27 Oktober hingga 27 November, data historis menunjukkan pola ekstrem yang sangat bergantung pada kondisi makro. Tahun 2025 menjadi anomali ketika Bitcoin mencatat koreksi tajam -19,78%, berbanding terbalik dengan reli +42,46% yang tercatat pada periode yang sama tahun 2024.
Pertanyaan pun muncul: apa yang sebenarnya menggerakkan harga Bitcoin pada tanggal-tanggal keramat ini? Data historis delapan tahun terakhir memberikan petunjuk gamblang tentang hubungan erat antara sentimen global dan performa BTC.
2016 – Naik +6,09%: Awal Era Trump & Ketidakpastian
Kemenangan Donald Trump memicu kepanikan pasar. Namun kepanikan itu cepat berubah menjadi optimisme pajak. Bitcoin mulai dilirik investor global sebagai “aset aman” alternatif di tengah gejolak politik dan melemahnya Yuan.
2017 – Naik +67,70%: Banjir Likuiditas Ritel & Legitimasi Institusi
Ekonomi global sedang ngebut. Likuiditas berlimpah. CME mengumumkan peluncuran Bitcoin Futures, memberi legitimasi institusional. “Lampu hijau” itu membuat harga BTC terbang.
2018 – Turun -41,93%: Pengetatan The Fed & Perang Saudara
The Fed menaikkan bunga agresif, memukul aset berisiko. Di internal crypto muncul Hash War Bitcoin Cash. Dua tekanan sekaligus membuat pasar menyerah total.
2019 – Turun -21,59%: Perang Dagang & Kekecewaan China
Xi Jinping memuji blockchain, memicu lonjakan awal. Namun November mengubah segalanya. Data manufaktur melemah. China memperketat aturan crypto. Investor panik dan melepas Bitcoin.
2020 – Naik +24,94%: Pencetakan Uang Gila-gilaan (QE)
Pandemi mengubah peta ekonomi. Bank sentral menggelontorkan QE besar-besaran. Dolar melemah. Narasi “Bitcoin sebagai Emas Digital” memuncak. PayPal masuk. Investor institusi mulai membalikkan portofolio.
2021 – Turun -7,29%: Puncak Inflasi & Rem The Fed
Inflasi AS melonjak. The Fed memberi sinyal pengendalian uang. Pasar risk-off. ATH sempat disentuh berkat ETF Futures, namun varian Omicron menghapus euforia.
2022 – Turun -18,73%: Uang Mahal & Krisis Kepercayaan
Bunga naik cepat. Likuiditas mengering. FTX runtuh. Investor institusi angkat kaki. Kombinasi buruk ini memicu salah satu November paling kelam dalam sejarah crypto.
2023 – Naik +9,43%: Harapan Pivot & ETF Spot
Inflasi turun. The Fed diprediksi berhenti menaikkan bunga. DXY melemah. Narasi ETF Spot dari BlackRock memicu akumulasi diam-diam oleh smart money.
2024 – Naik +42,46%: Pelonggaran & Efek Halving
Bank sentral global mulai memotong bunga. Likuiditas mengalir. Supply shock pasca-halving menekan suplai. Arus dana ETF stabil. Kombinasi sempurna untuk reli agresif Bitcoin.
Mengapa Tahun 2025 Merah? (-19,78%)
Analis menilai tekanan terbesar datang dari Rotasi Aset & Realisasi Profit. Setelah reli panjang 2024 hingga September 2025, investor besar memindahkan dana dari Bitcoin ke obligasi pemerintah. Sektor yang lebih aman dianggap tepat untuk mengantisipasi kemungkinan resesi atau “Hard Landing”.
Di sisi makro, muncul kekhawatiran akan “Rebound Inflasi”. Ketika inflasi kembali naik, bank sentral cenderung mengetatkan kebijakan, dan uang menjadi mahal. Likuiditas makin tercekik menjelang tutup buku akhir tahun.
Selain itu, pasar crypto baru saja mengalami flush leverage senilai US$19 miliar. Aksi jual paksa ini meredam tenaga bull. Volume perdagangan stagnan. “Korek api” yang menjadi pemicu leg up berikutnya belum terlihat.
Kenaikan harga Bitcoin yang sempat terjadi belakangan hanyalah efek retracement. BTC sudah jatuh terlalu dalam dari puncak US$120.000, membuat pantulan teknikal tidak terhindarkan.
Di tengah kondisi ini, fase sideways diperkirakan mendominasi pasar hingga akhir 2026. Siklus empat tahunan tetap menjadi panduan, dengan potensi reli kuat kembali pada kuartal ketiga atau keempat 2026.
(*)
Pertanyaan pun muncul: apa yang sebenarnya menggerakkan harga Bitcoin pada tanggal-tanggal keramat ini? Data historis delapan tahun terakhir memberikan petunjuk gamblang tentang hubungan erat antara sentimen global dan performa BTC.
2016 – Naik +6,09%: Awal Era Trump & Ketidakpastian
Kemenangan Donald Trump memicu kepanikan pasar. Namun kepanikan itu cepat berubah menjadi optimisme pajak. Bitcoin mulai dilirik investor global sebagai “aset aman” alternatif di tengah gejolak politik dan melemahnya Yuan.
2017 – Naik +67,70%: Banjir Likuiditas Ritel & Legitimasi Institusi
Ekonomi global sedang ngebut. Likuiditas berlimpah. CME mengumumkan peluncuran Bitcoin Futures, memberi legitimasi institusional. “Lampu hijau” itu membuat harga BTC terbang.
2018 – Turun -41,93%: Pengetatan The Fed & Perang Saudara
The Fed menaikkan bunga agresif, memukul aset berisiko. Di internal crypto muncul Hash War Bitcoin Cash. Dua tekanan sekaligus membuat pasar menyerah total.
2019 – Turun -21,59%: Perang Dagang & Kekecewaan China
Xi Jinping memuji blockchain, memicu lonjakan awal. Namun November mengubah segalanya. Data manufaktur melemah. China memperketat aturan crypto. Investor panik dan melepas Bitcoin.
2020 – Naik +24,94%: Pencetakan Uang Gila-gilaan (QE)
Pandemi mengubah peta ekonomi. Bank sentral menggelontorkan QE besar-besaran. Dolar melemah. Narasi “Bitcoin sebagai Emas Digital” memuncak. PayPal masuk. Investor institusi mulai membalikkan portofolio.
2021 – Turun -7,29%: Puncak Inflasi & Rem The Fed
Inflasi AS melonjak. The Fed memberi sinyal pengendalian uang. Pasar risk-off. ATH sempat disentuh berkat ETF Futures, namun varian Omicron menghapus euforia.
2022 – Turun -18,73%: Uang Mahal & Krisis Kepercayaan
Bunga naik cepat. Likuiditas mengering. FTX runtuh. Investor institusi angkat kaki. Kombinasi buruk ini memicu salah satu November paling kelam dalam sejarah crypto.
2023 – Naik +9,43%: Harapan Pivot & ETF Spot
Inflasi turun. The Fed diprediksi berhenti menaikkan bunga. DXY melemah. Narasi ETF Spot dari BlackRock memicu akumulasi diam-diam oleh smart money.
2024 – Naik +42,46%: Pelonggaran & Efek Halving
Bank sentral global mulai memotong bunga. Likuiditas mengalir. Supply shock pasca-halving menekan suplai. Arus dana ETF stabil. Kombinasi sempurna untuk reli agresif Bitcoin.
Mengapa Tahun 2025 Merah? (-19,78%)
Analis menilai tekanan terbesar datang dari Rotasi Aset & Realisasi Profit. Setelah reli panjang 2024 hingga September 2025, investor besar memindahkan dana dari Bitcoin ke obligasi pemerintah. Sektor yang lebih aman dianggap tepat untuk mengantisipasi kemungkinan resesi atau “Hard Landing”.
Di sisi makro, muncul kekhawatiran akan “Rebound Inflasi”. Ketika inflasi kembali naik, bank sentral cenderung mengetatkan kebijakan, dan uang menjadi mahal. Likuiditas makin tercekik menjelang tutup buku akhir tahun.
Selain itu, pasar crypto baru saja mengalami flush leverage senilai US$19 miliar. Aksi jual paksa ini meredam tenaga bull. Volume perdagangan stagnan. “Korek api” yang menjadi pemicu leg up berikutnya belum terlihat.
Kenaikan harga Bitcoin yang sempat terjadi belakangan hanyalah efek retracement. BTC sudah jatuh terlalu dalam dari puncak US$120.000, membuat pantulan teknikal tidak terhindarkan.
Di tengah kondisi ini, fase sideways diperkirakan mendominasi pasar hingga akhir 2026. Siklus empat tahunan tetap menjadi panduan, dengan potensi reli kuat kembali pada kuartal ketiga atau keempat 2026.
(*)
SOURCE: 1
Tag SEO:
Bitcoin, harga Bitcoin, analisis crypto, crypto news Indonesia, BTC 2025, Thanksgiving crypto, volatilitas Bitcoin, analisis makroekonomi crypto, pasar kripto, ETF Bitcoin
