LANGGAMPOS.COM - Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei seharusnya tidak dilihat sebagai rutinitas seremoni tahunan. Menurut ekonom Indef sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, ini adalah momentum strategis untuk mengevaluasi relasi antara dunia kerja dan kesejahteraan pekerja yang menjadi relasi yang menurutnya belum seimbang.
Didik menekankan bahwa buruh bukan sekadar komponen produksi dalam sistem ekonomi. Mereka adalah aktor utama pembangunan. Karena itu, peringatan Hari Buruh idealnya menjadi pengingat untuk membangun ekosistem kerja yang tidak hanya produktif tetapi juga manusiawi.
"Memperingati Hari Buruh harus menjadi ajang meneguhkan komitmen untuk menciptakan ekosistem kerja yang produktif sekaligus manusiawi," kata Didik Rachbini dikutip dari beritasatu.com, Kamis (1/5/2025).
Produktivitas, dalam konteks ekonomi global yang makin kompetitif, sering dipersempit sebagai pencapaian output. Namun, Didik mengingatkan bahwa produktivitas sejati hanya mungkin lahir dari proses kerja yang adil, sehat, dan menghormati martabat pekerja.
Menurut pandangannya, pekerja yang secara fisik dan mental sehat serta dihargai kontribusinya akan memberikan performa yang jauh lebih optimal.
Dengan kata lain, pemenuhan hak dasar pekerja,seperti upah layak, perlindungan hukum, dan kepastian kerja. bukan sekadar tuntutan, tetapi fondasi bagi produktivitas jangka panjang.
Didik bahkan menyebut perlindungan pekerja sebagai bentuk investasi, bukan beban ekonomi. "Buruh harus mendapat perlindungan dan kepastian akan hak dasarnya," kata Didik.
Stabilitas perusahaan, menurutnya, sangat ditentukan oleh loyalitas pekerja, dan loyalitas lahir dari rasa aman serta dihargai.
Ia juga menggarisbawahi bahwa langkah pemerintah membangun sistem jaminan sosial patut diapresiasi. Sistem ini sudah berjalan, meskipun belum sempurna.
Dalam lanskap yang ditandai oleh krisis ekonomi dan disrupsi teknologi, sistem jaminan sosial yang inklusif bukan hanya alat perlindungan, tetapi juga cermin keadilan dan solidaritas sosial.
Lebih dari itu, lingkungan kerja juga perlu menjadi perhatian. Tempat kerja yang aman, bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan tekanan psikologis, menurut Didik, adalah prasyarat untuk mendorong inovasi dan loyalitas.
Penutup pernyataan Didik bersifat strategis: tanpa kesejahteraan pekerja, pembangunan ekonomi akan rapuh. Ketika buruh sejahtera, maka efek dominonya akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat. Kesejahteraan buruh, dalam logika ini, bukan hanya isu kelas pekerja, melainkan persoalan nasional.
(*)