Iklan

Saturday, November 22, 2025, 6:36 AM WIB
Last Updated 2025-11-21T23:36:10Z
Education

Ratu Shima, Pemimpin Nusantara yang Namanya Terdengar hingga Jazirah Arab

Ratu Shima, Pemimpin Nusantara yang Namanya Terdengar hingga Jazirah Arab

Intisari:


  • Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga dikenal sebagai pemimpin tegas yang namanya masyhur hingga Arab.
  • Catatan China kuno menggambarkan kejayaan Kalingga dalam perdagangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
  • Kebijakan anti­-pencurian Ratu Shima menjadi legenda moral yang dicatat hingga Eropa dan Asia.



LANGGAMPOS.COM - Sejarah Nusantara mencatat kehadiran Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga, sosok perempuan Jawa kuno yang namanya melampaui batas pulau dan terdengar hingga Jazirah Arab. Dalam lintasan sejarah Indonesia, tokoh ini bukan hanya penguasa tangguh, tetapi simbol ketegasan moral yang membentuk identitas peradaban Nusantara. Catatan kuno dari China hingga cerita pedagang Arab menempatkan Kalingga sebagai kerajaan maju, pusat perdagangan, dan poros pengetahuan di Asia Tenggara.

Nusantara memiliki peradaban dengan jejak panjang yang tak pernah benar-benar padam. Dalam rentang itu, sejarah menyimpan kisah tentang seorang pemimpin perempuan dari Jawa, yang namanya disebut-sebut hingga Tanah Arab pada era Nabi Muhammad. Dialah Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga, tokoh yang lahir pada tahun 611 M di Sumatera Selatan, ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun dan baru setahun menjadi rasul.

Ratu Shima tumbuh dari keluarga agamawan Hindu. Ayahnya pindah ke Jepara setelah menikah dengan Kartikeyasinga dari Kalingga. Dari Jepara, langkahnya membawa ia tinggal di kawasan candi-candi Hindu di Dieng, pusat spiritual dan pengetahuan pada masa itu. Lingkungan tersebut membentuk karakter kepemimpinan dan ketegasannya kelak.

Kekuatan politik Ratu Shima meningkat ketika suaminya, Katikeyasinga, naik takhta pada 648 M. Pada saat itu, dunia Islam memasuki periode Khulafaur Rasyidin yang dipimpin Ali bin Abi Thalib (656–661 M). Kalingga, walaupun jauh di timur, berada pada garis perdagangan yang membuat informasi dan jaringan antarperadaban tetap terhubung.

Dalam *Sejarah Nasional Indonesia(2008), disebutkan bahwa Ratu Shima menjadi penguasa tunggal pada 678 M setelah suaminya wafat. Anak-anaknya masih kecil, sehingga kerajaan berada sepenuhnya di bawah kepemimpinannya. Pada masa inilah Kalingga mencapai puncak kejayaannya.

Ia bergelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara, gelar yang mencerminkan statusnya sebagai ratu besar. Kalingga berkembang pesat di sektor perdagangan. Pelabuhan Jepara ia ubah menjadi pusat aktivitas ekonomi yang ramai oleh kedatangan pedagang dari berbagai wilayah Asia.

Dalam Tradisi Pemikiran Islam di Jawa(2006), pelabuhan Jepara disebut sebagai simpul perdagangan internasional. Kalingga bahkan tercatat menjalin hubungan dagang dengan Dinasti Tang dari China, salah satu kekuatan terbesar pada masa itu. Perdagangan garam menjadi komoditas unggulan yang membuat kerajaan makmur.

Catatan para pedagang China, yang dihimpun dalam *Catatan Tionghoa(2009), memperkuat gambaran tersebut. Mereka menyaksikan langsung bagaimana pelabuhan Kalingga dipenuhi komoditas dan ilmu pengetahuan berkembang pesat. Penduduknya telah mengenal aksara dan astronomi. Di wilayah itu pula berdiri pusat agama Buddha Hinayana, tempat para pelajar menghabiskan waktu bertahun-tahun.

Nama Ratu Shima melampaui wilayah kekuasaannya. Popularitasnya terdengar sampai Jazirah Arab yang saat itu memasuki era kekhalifahan. Sumber-sumber lama mencatat bahwa ketenarannya bukan hanya karena kekayaan, tetapi terutama karena ketegasannya melarang rakyat mencuri.

Salah satu kisah paling terkenal adalah ketika Raja Arab, Ta-Shih, datang membawa karung emas. Ia meletakkannya di jalan untuk menguji kejujuran rakyat Kalingga. Berbulan-bulan kemudian, emas itu tetap di tempatnya. Tak ada seorang pun berani mengambilnya, sebab mereka tahu konsekuensi hukuman Ratu Shima.

Hingga suatu hari, karung itu bergeser sedikit karena Pangeran Narayana—anak yang paling disayang Ratu—tak sengaja menyentuhnya. Mengetahui hal ini, Sang Ratu memerintahkan hukuman mati. “Karena ia menyentuh barang bukan miliknya,” begitu ketetapan sang penguasa.

Namun putusan itu akhirnya berubah menjadi pemotongan kaki. Bagian tubuh itulah yang dianggap bersalah. Kisah ini terus diturunkan dalam berbagai naskah kuno, menegaskan prinsip hukum yang ketat tetapi konsisten di era Ratu Shima.

Riwayat sang ratu berakhir pada 695 M. Adapun Kerajaan Kalingga runtuh pada 752 M, ketika dunia Islam telah memasuki era Bani Umayyah (661–750 M). Meski demikian, nama Ratu Shima tetap hidup sebagai simbol ketegasan moral dan kejayaan perdagangan Nusantara.

(*)

Tag SEO:
ratu shima,kalingga,kerajaan kalingga,sejarah nusantara,pendidikan sejarah,ratu nusantara,jawa kuno,perdagangan kuno,jepara,dieng,sejarah indonesia,kisah ratu shima,pendidikan budaya,naskah china kuno,peradaban nusantara
Advertisement